Minggu, 26 Januari 2014

miskin iman ataukah miskin harta

Curhat Perempuan Melarat
kepada
Imam Hambali
Ahmad bin Muhammad bin
Hanbal
bin Hilal Asy Syaibani (Imam
Hambali) suatu ketika dihampiri
perempuan muda yang hendak
mencurahkan isi hatinya.
Perempuan ini sedang dihantui
perasaan bersalah atas sikapnya
beberapa waktu yang lalu.
Mula-mula ia menceritakan
kondisi serba kekurangan
bersama ketiga anaknya yang
masih kecil-kecil. Keadaan ini
terpaksa ia hadapi karena sang
suami yang menjadi tulang
punggung keluarga telah lama
meninggal dunia.
Untuk bertahan hidup,
perempuan itu mengandalkan
profesinya sebagai pemintal
benang. Malam ia memintal,
siang
ia menjualnya. Fasilitas yang
amat
terbatas membuatnya tetap
melarat dengan pekerjaan ini.
"Karena tidak memiliki lampu di
dalam rumah, untuk memulai
memintal benang, saya terpaksa
menunggu cahaya bulan
purnama,” tutur perempuan
malang ini.
Namun suatu malam, tempat
tinggal keluarganya tidak segelap
biasanya. Bukan sebab sinar
purnama telah tiba, melainkan
serombongan kafilah kebetulan
bermalam di dekat rumah
perempuan ini. Lampu-lampu
yang mereka bawa secara tidak
sengaja turut menerangi area
dan
gubuk di sekelilingnya.
Di hadapan Imam Hambali,
perempuan ini mengaku telah
memanfaatkan kesempatan
bersama cahaya lampu para
kafilah tersebut untuk memintal.
Yang membuatnya gundah
adalah
kealpaannya meminta izin
kepada
rombongan kafilah.
“Apakah hasil penjualan benang
yang saya pintal di bawah cahaya
lampu kafilah itu halal untuk saya
gunakan?” tanya perempuan itu
kepada sang imam.
Imam Hambali menatap kosong.
Sesaat kemudian air matanya
mengalir. Pendiri mazhab fiqih
Hambali ini heran, di tengah
mayoritas orang dilanda
keserakahan terhadap dunia, ada
seorang perempuan miskin yang
masih memikirkan kesucian
harta.
Imam Bukhari dalam riwayatnya
menceritakan prediksi Rasulullah
bahwa “Akan datang suatu
zaman di mana manusia tidak
lagi
peduli dari mana mereka
mendapatkan harta, apakah dari
usaha yang halal atau haram”.
(Mahbib Khoiron)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar